Blog

Brand dalam Beragam Entitas

Penulis

Danton Sihombing | Founding Partner

Berbicara dalam dimensi yang lebih luas, brand bukan hanya sekedar representasi dari sebuah entitas bisnis yang mencakup barang dan jasa atau sebuah destinasi wisata yang berorientasi pada aspek ekonomi. Eksistensi brand juga tercakup dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk budaya, politik, dan sosial. Beberapa entitas yang dianggap non-bisnis seperti partai politik, lembaga advokasi, komunitas seniman hingga organisasi keagamaan secara inheren memiliki konsep normatif budaya komunikasi sebagai upaya pengelolaan citra. Bahkan lebih jauh, ideologi seperti kapitalisme, komunisme, neoliberalisme dan lainnya mengelola praktik branding sebagai habitus dalam membangun reputasi dan loyalitas.

Brands-in-Diverse-Entities

Presiden Indonesia pertama, Soekarno, adalah salah satu contoh brand dalam tingkatan personal yang terekam dalam benak masyarakat Indonesia dan global sebagai insan yang memiliki kepercayaan diri yang kuat, penuh daya tarik, dan kaya akan gagasan-gagasan baru. Brand Apple melalui sentuhan yang dramatik menjadikan tokoh-tokoh seperti Mahatma Gandhi, Bob Dylan, Muhammad Ali, dan Dalai Lama sebagai sumber inspirasi ketika mengusung kampanye iklan yang bertema “Think Different” yang diluncurkan pada tahun 1997. Kampanye iklan tersebut berhasil mendulang popularitas yang mendunia sejalan dengan upaya merevitalisasi roh dari brand Apple mencapai kesejatiannya. 

Pada dasarnya brand memiliki kemampuan untuk membangun ikatan hubungan manusia yang kuat dan merupakan manifestasi mendalam dari kondisi manusia sebagai mahluk sosial. Ketika masyarakat berkembang individu membutuhkan kedekatan dengan orang lain dan membentuk kelompok. Sudah menjadi sifat manusia untuk mengidentifikasi diri dengan keluarga, suku, kota, negara, tim olahraga, partai politik, band favorit, hingga agama. Branding terkait erat dengan rasa kepemilikan dan pengelompokan; suku adalah brand, kota adalah brand, dan partai politik adalah brand. Hal ini menjelaskan bahwa branding dalam aktivitas bisnis dan non-bisnis secara umum memiliki tujuan utama yang sama yaitu menciptakan hubungan kepercayaan, loyalitas, dan rekomendasi dari khalayaknya. Jauh lebih dari sekedar hukum penawaran dan permintaan pasar, brand memainkan peran yang semakin penting dalam kehidupan kita sehari-hari; menentukan siapa diri kita, cara dan gaya hidup kita hingga mendefinisikan kualitas hidup kita.  

Psikolog humanistik Abraham Maslow pada 1943 mengembangkan teori hierarki kebutuhan yang mencakup kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa memiliki dan kasih sayang, penghargaan, serta aktualisasi diri. Aktivitas branding bekerja ketika konsumen yang disasar telah melampaui batas kebutuhan fisiologis. Seseorang yang hidup jauh di bawah batas sejahtera lebih termotivasi memenuhi kebutuhan fisiologisnya maka preferensinya lebih bersifat komoditas ketimbang sebuah brand.  

Filter
Type of Work
Industry